Baca.KP-,Surabaya ,Di tengah desakan reshuffle kabinet oleh PDI Perjuangan melalui Pansus Pelindo II yang ditujukan kepada Menteri Negara BUMN (Badan Usaha Milik Negara), muncul sebuah apresiasi dari kalangan ahli bangunan cagar budaya di Surabaya.
Adalah Sjarekat Pusaka Surabaya atau SPS menilai peran Rini Soemarno di lingkungan kementerian BUMN berada di garis terdepan dalam upaya pelestarian cagar budaya.
“Sebagai contoh, di Kota Surabaya misalnya, banyak bangunan cagar budaya yang masih lestari dan menjadi milik BUMN, baik BUMN perbankan seperti Bank Mandiri yang telah membangun museum di kawasan Jembatan Merah. Hingga gedung PTPN XI yang masih demikian lestari dan terawat,” kata Freddy H. Istanto IAI MT Ars, ahli bangunan cagar budaya sekaligus ketua SPS yang juga dekan Fakultas Industri Kreatif Universitas Ciputra, Kamis (24/12/2012).
Dengan adanya peran Rini Soemarno yang bisa melestarikan cagar budaya terutama di lingkungan BUMN di Tanah Air, maka tak heran jika Freddy H istanto mendapat kesempatan memberi “Penghargaan 100 Poesaka Soerabaia” pada Rini Soemarno awal pekan ini.
“Pada Selasa lalu penghargaan telah diterima langsung oleh Bu Rini (meneg BUMN) ketika beliau meninjau kantor PT Perkebunan Tebu (PTPN) XI. Di tahun 2008, PTPPN XI yang merupakan bagian heritage yang masih lestari sudah dapat penghargaan juga dari kami. Dan sekarang giliran Ibu Menteri. Semoga ini jadi saling berbagi spirit bersama untuk makin menjaga supaya cagar budaya di seantero negeri, terutama yang merupakan aset BUMN,” papar Freddy.
Freddy menambahkan, bangunan cagar budaya BUMN demikian banyak, misal di lingkungan perkebunan, bukan hanya bangunan perkantoran di pusat pemerintahan, melainkan hingga pelosok kabupten kota ada pabrik gula dan loji-loji lama yang dibangun sejak jaman Belanda.
Meneg BUMN Rini Soemarno secara spontan menyambut apresiasi dari Sjarikat Poeaka Soerabaia pimpinan Freddy H Istanto. Selain cukup kagum dengan arsitektur bangunan PTPN XI, penghargaan ini makin membuat Rini Soemarno ingin melihat lebih jauh kondisi terakhir gedung PTPN XI yang secara keseluruhan masih dijaga keasliannya.
Rini Soemarno pun menyatakan keinginannya agar gedung ini selain difungsikan sebagai kantor, juga bisa juga dijadikan obyek wisata. “Harapan kami gedung ini juga bisa dimanfaatkan untuk wisata, supaya masyarakat dan orang asing mau mampir dan melihat-lihat gedung bersejarah ini,” ucapnya sewaktu mengunjungi Surabaya, beberapa waktu lalu.
Atraksi di bangunan cagar budaya tentunya akan menjadi destinasi menarik untuk wisatawan, apalagi bila dikemas menarik dengan program terintegrasi dengan kawasan kota tua di sekitarnya.
Khusus kantor PTPN XI, yang dikunjungi Meneg BUMN misalnya, mempunyai sejarah yang kuat, karena pada awal sejarahnya adalah kantor perdagangan Nederland yang dibangun mulai tahun 1911 hingga selesai tahun 1924. Arsiteknya trio Belanda, Huiwit, Fermon dan Quifers yang cukup terkenal di jamannya. Mereka banyak membangun gedung-gedung bersejarah di Indonesia, termasuk yang sekarang jadi cagar budaya di Jakarta dan Bandung.
Namun, kendati mereka asal Belanda, dalam membangun gedung perdagangan yang akhirnya jadi Kantor PTPN XI ini mereka juga memasukkan unsur lokal Indonesia dan Timur Tengah. Selain itu juga mengadopsi kekhasan bangunan tropis, di antaranya mayoritas jendelanya terbuka dan dipayungi dengan sosoran penahan cipratan air hujan.
Bangunan ini diresmikan 18 April 1925. Dahulu digunakan oleh HVA (Handels Vereeniging Amsterdam). Pada masa pendudukan Jepang, gedung ini digunakan sebagai Tobu Jawa Boetai (Markas Tentara Jepang). Pada masa transisi pasca kemerdekaan digunakan sebagai Markas Komando Militer Djawa Timur, tempat perundingan kedua antara Brigjend Mallaby dan Dr Moestopo.
“Gedung ini merupakan satu gedung terbesar di Surabaya pada jamannya, dimana pembangunannya menghabiskan 3.000 m3 beton dalam pembangunannya dan masih tepat kokoh terpelihara sampai saat ini bahkan hampir seluruh ruangan masih difungsikan secara opptimal sebagai kantor pusat PTPN XI,” tambah direktur utama PTPN XI Dolly Pulungan.
Dijelaskan, meski gedung PTPN XI banyak sekali memanfaatkan bahan impor ketika dibangun, terutama Belanda, tapi yang mengagumkan dari gedung ini, adanya elemen yang mengangkat unsur lokal tadi, diantaranya relief-relief di gedung terinspirasi yang bangunan candi, yang nampak diaplikasikan pada bagian langit-lagit di dalam gedung.(**)